13 Juli 2011

Cerita Saya dari Aceh

Aceh, negeri indah di ujung barat sumatera, titik nol kilometer Indonesia. Tak pernah terbayang sebelumnya saya berada di tanah rencong ini, apalagi untuk tinggal berbulan-bulan. Tapi sudah hampir 3 minggu saya menghabiskan masa disini, di tanah aceh. Kekaguman saya yang dulu hanya sempat saya saksikan di buku-buku atau internet, kini menjadi nyata. Di tanah inilah Daud Beureuh, Teuku Cik di Tiro, Cut Nyak Dien, dan Malahayati memperjuangkan aceh dari gangguan tangan-tangan busuk penjajah. Di tanah ini pula romantisme, ketegangan, dan kepiluan sungguh amat sangat terasa, membunuh sejuta penasaran, membuktikan semua pertanyaan. Kisah heroik DI/TII oleh Daud Beureuh, Masa-masa menegangkan konflik, dan kepiluan tragedi tsunami, membuat saya jatuh cinta dengan negeri ini.

Setelah sehari saya menginjakkan kaki di Banda Aceh, lagi-lagi sebuah anugerah mengantarkan  saya untuk bisa berkeliling pesisir laut timur dan barat. Mulai dari Banda Aceh hingga langsa, mulai dari Singkil hingga kembali ke Banda Aceh. Kurang lebih satu pekan saya habiskan perjalanan. Walaupun tujuannya bukan untuk berwisata, kesempatan roadshow ini tak boleh saya sia-siakan. Mengunjungi hampir semua Kabupaten untuk mengumpulkan informasi kerja membawa saya ke sejumlah tempat yang memiliki karakter-karakter unik. Tak lupa dalam perjalanan menyisipkan mampir di tempat-tempat makan yang khas. Lengkap sudah kepuasan saya. Melewati pesisir pantai, menerobos lika-liku bukit barisan dan hutan sawit, serta menyebrangi muara dengan rakit adalah penyedap perjalanan.

Aceh, berbeda dengan jawa. Kultur, kekayaan alam, pemerintahan, bahkan urusan harga. Kearifan lokal Aceh menyimpan sejuta pesona. Dalam sejarahnya, Aceh selalu istimewa. Pernah dalam suatu masa, seluruh rakyat Aceh mengumpulkan kekayaan untuk membeli pesawat tempur bagi Indonesia. Yang tentunya tak bisa dilupakan adalah kepiluan tsunami dan ketegangan konflik. Namun semua itu sudah berlalu. Aceh kini hidup nyaman dalam damai. Kehidupan masyarakat kembali normal, ekonomi semakin tumbuh pesat, syariat bisa menjadi dasar pemerintahan.

Bercerita Aceh tak akan luput dari makanan khas. Sekali lagi, Aceh memberikan nuansa berbeda dalam masalah kuliner. Sejumlah makanan khas dapat disantap di setiap sisi kota Banda Aceh. Mulai dari Mie Aceh, Sate Matang, Mie kepiting, Gulei kambing dan bebek, Ayam tangkap, dan sejumlah makanan lainnya yang penuh citarasa. Belum selesai membahas makanan, tentunya tak akan terlupakan di Aceh adalah membahas masalah kopi. Hampir semua di wilayah Aceh, terutama di pusat-pusat kota, akan tersebar sejumlah warung kopi, baik yang berukuran kecil, maupun besar dan lengkap pula dengan sejumlah fasilitas. Warung kopi adalah tempat favorit masyarakat Aceh, baik tua maupun muda untuk menghabiskan waktu-waktu luang. Dan masing-masing warung kopi, mempunyai supir (sebutan untuk koki kopi) yang handal untuk meracik kopi. Beberapa kopi yang menurut saya khas adalah kopi Berawi (di belakang Mall Hermes) dan kopi Ulee Kareng. Namun yang menjadi catatan adalah, setiap warung kopi pasti akan ramai, siaang ataupun malam, terutama di Banda Aceh.

Masih ada waktu 3-4 bulan lagi, saya akan stay di Aceh. Pasti akan muncul kejutan-kejutan baru, pengalaman-pengalaman baru yang akan saya dapatkan.

19 Mei 2011

Itinerary oh Itinerary...

Saya ingin Indie Touring lagi. Sudah dua hari saya membuat itenerary. Seharusnya saya keliling Jateng dengan motor Legenda saya. Mulai dari Solo-Kebumen-Purwokerto-Brebes-Tegal-Pekalongan. Hari ini pun saya telah keliling Semarang untuk mencari perlengkapan yang dibutuhkan. Apa lacur, rencana tinggal rencana. Karena perkiraan biaya yang tak singkron dengan kantong, akhirnya saya membabat sejumlah daerah kunjungan. Yang tersisa Hanya Solo dan akhirnya saya tambahkan Jogja sebagai pemanis trip saya bulan ini. Saya beri judul perjalanan kali ini Joglosemar Indie Touring. Sejumlah data sudah dapat. Peta lokasi, tempat makan dan tempat menginap sudah hampir fix.

Saya ulang kembali membaca itenerary. Hari pertama, Jumat, saya berangkat dari Semarang menuju Solo. Sampai kira-kira siang hari saya istirahat dan keliling Solo. Pada malam hari saya akan melihat gelaran event Mangkunegaran Performing Art. Esoknya saya keliling Solo lagi. Mungkin ke kampung batik Laweyan. Siangnya saya berencana melihat Karnaval Kirab Budaya Nusantara. Dan sorenya saya harus ke jogja. Sebenarnya di Jogja saya hanya ingin menonton Film The Mirror Never Lies yang ternyata sampai sekarang tak kunjung tampil di Semarang. Huft.. Mengapa engkau selalu diabaikan Semarang...??

Sampai di jogja, mungkin pukul 19.00 malam. Saya harus terburu-buru mencari penginapan, atau tidak akan kebagian tiket film, karena itu malam minggu. Kalaupun memang tak dapat, saya akan datang hari minggunya. Esoknya saya hanya ngaprak di jogja, pagi saya mau coba datang ke pasar pagi di lembah UGM dan siangnya langsung chao ke Semarang. Perjalanan yang singkat. Daripada tidak sama sekali, lebih baik begitu. Semoga lancar.. Have a nice Weekend..

14 Mei 2011

Tentang Tulisan

Sabtu sore saya masih berkutat di depan laptop. Bukan untuk mengerjakan tugas atau proyek. Saya baru saja utak-atik blog pribadi saya yang kini berjumlah 3 blog. Saya juga sekarang bingung kenapa punya blog ko banyak-banyak. Saya ini bukan penulis blog canggih macam Amril Taufik Gobel atau Raditya Dika yang tersohor karena tulisan-tulisannya di web pribadinya. Saya hanya sedang mencoba berlatih untuk menceritakan apa yang saya lihat, saya dengar, saya alami, dan saya rasakan dalam sebuah tulisan.

Tujuan saya sebenarnya tak terlalu muluk-muluk. Hanya mencoba menumpahkan gagasan atau perasaan yang saat itu sekelebat muncul di otak dan hati saya. Saya ini orangnya pelupa, jadi saya mencoba melatih ingatan saya dengan menulis. Sebenarnya sudah sejak zaman kuliah dulu saya mencoba belajar menulis. Saya iseng-iseng membuat akun multiply. Itu pertama kali saya menulis. Sekarang saya mencoba membuat di blogspot. Eh, saya jadi terinspirasi lagi untuk belajar travel writing, gara-garanya saya melihat hifatlobrain.net. Sebuah blog milik Ayos Purwoaji. Sekarang ada 2 blog yang berdomain blogspot. Sebenernya banyak juga yang sudah saya tulis. Tapi mandeg di tengah atau setelah di baca, tidak layak posting. Akhirnya tulisannya hanya sekedar untuk catatan saya saja. Lama-kelamaan saya jadi bermimpi, semoga saja tulisan saya bisa juga tayang entah di Majalah, koran, atau media elektronik pun tak apa.

Mungkin memang tulisan dengan ulasan yang mendalam dan ditulis dengan rangkaian kata yang apik akan menggugah orang lain. Misalnya, salah satu buku yang membuat saya terkesima adalah, kumpulan tulisan Norman Edwin Sang Sahabat Alam, yang di kliping menjadi satu buku apik oleh Rudy Badil. Tulisannya sederhana, namun detail pengalaman dan perjalanan beliau menjadi karakter kuat, sehingga pembaca seperti saya menjadi penasaran untuk terus membacanya sampai kahatam. Atau buku-buku tentang pergerakan karya Sayid Qutb. Keluasan ilmu beliau yang diramu apik dalam sebuah tulisan, menjadi bacaan yang menggugah hati untuk bergerak. Lain lagi dengan tulisan-tulisan dalam blog. Coba tengok ndorokakung.com. Pak Wicaksono mengobral sebuah pendapat pribadi dengan permainan kata yang unik, kadang-kadang saya tak tahu artinya. Terkadang pula muncul guyonan-guyonan cerdas. Tapi disinilah letak eksostisnya. Atau mungkin blog dan ebook-ebook travelingnya Ayos di hifatlobrain. Disana kematangan tulisan yang sebagian besar pengalaman perjalanan pribadi si penulis plus foto-foto yang apik, menyuguhkan kesan fresh bagi mata. Masing-masing tulisan mempunyai gaya

Kembali lagi ke tulisan-tulisan saya. Seringkali ditengah jalan tulisan saya mandeg dan kemudian stuck berhenti ide sama sekali. Emosi rasanya. Biasanya kalau sudah gini, sesekali nyuri-nyuri pandang ke tulisan-tulisan orang lain, atau blogwalking. Kadang langsung dapet ide lagi atau malah tambah mandeg atau malah muncul ide tulisan yang baru. Menulis memang sesuai selera hati. Untuk gaya menulis, kalau saya sih tergantung kepinginnya saya. Kadang mendayu-dayu, atau menulis pengalaman pribadi, atau menceritakan tokoh, atau menulis tentang gagasan-gagasan, atau curhat. Bagi saya, sekarang bagaimana bisa mengubah ide atau rasa dalam bentuk kalimat paragraf yang bisa dibaca. Urusan selera, enak atau tidak itu nanti saja. Yang penting saya lakoni dulu tangga pertama ini. Mudah-mudahan ke depan saya bisa belajar lebih banyak untuk merangkai kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf.

Cilegonku Kini

Sebuah kota kecil di ujung barat pulau jawa, kini telah berubah. Kota linier yang padat industri ini semakin tumbuh dan berkembang. Sejumlah pembangunan dilakukan, walau tak sejalan dengan semakin padatnya manusia di dalamnya. Saya ingat saat dulu melewati jalan utama kota Cilegon tanpa macet, baik pagi, siang atau malam. Namun sekarang Cilegon telah berubah. Riuh kendaraan bermotor, menyelinap dari berbagai sisi mengisi singkatnya hari dari pagi hingga petang.

Cerita dari orang tua saya, lebih dari tiga dekade terakhir Cilegon mengalami perubahan yang sangat pesat. Berdirinya Pabrik baja terbesar di Indonesia (Krakatau Steel) adalah titk awal kehidupan industrialisasi di kota Cilegon. Diikuti dengan menjamurnya pabrik-pabrik kimia berskala besar sampai alat-alat berat. Lokasi strategis di ujung barat pulau jawa, dan berbatasan langsung dengan selat sunda menjadi pilihan yang baik untuk berinvestai bagi para pengusaha. Cilegon menjadi daya magnet baru bagi para perantau dari jauh. Orang-orang Sumatera, para perantau dari jawa tengah dan timur mengubah kehidupan cilegon menjadi dinamis. Terlebih jakarta dan bandung yang hanya sepelemparan batu dari Cilegon turut menjadi pengaruh percepatan perubahan kehidupan di kota Cilegon.

Cilegon kini semakin ramai. Nampaknya modernisasi secara cepat merambah kota ini, seiring dengan pengaruh utama pemicu modernitas dunia, industrialisasi. Urbanisasi terus menerobos leluasa, bukan hanya sekedar perpindahan penduduk, tetapi perubahan gaya hidup yang memaksa pribumi turut ikut serta peka terhadap zaman. Manusia didalamnya baik pribumi maupun pendatang secara tak sadar menjadi agen modernisasi. Pusat hiburan menjamur di setiap penjuru kota. Gaya hidup anak muda semakin bebas, sejumlah komunitas menjadi wadah aktualisasi dan eksistensi. Saya menjadi asing di kota sendiri, mencoba kembali beradaptasi.

25 Maret 2011

TravelQuote #2

"Perjalanan Menyadarkan akan Pentingnya Sebuah Tujuan"