Sebuah kota kecil di ujung barat pulau jawa, kini telah berubah. Kota linier yang padat industri ini semakin tumbuh dan berkembang. Sejumlah pembangunan dilakukan, walau tak sejalan dengan semakin padatnya manusia di dalamnya. Saya ingat saat dulu melewati jalan utama kota Cilegon tanpa macet, baik pagi, siang atau malam. Namun sekarang Cilegon telah berubah. Riuh kendaraan bermotor, menyelinap dari berbagai sisi mengisi singkatnya hari dari pagi hingga petang.
Cerita dari orang tua saya, lebih dari tiga dekade terakhir Cilegon mengalami perubahan yang sangat pesat. Berdirinya Pabrik baja terbesar di Indonesia (Krakatau Steel) adalah titk awal kehidupan industrialisasi di kota Cilegon. Diikuti dengan menjamurnya pabrik-pabrik kimia berskala besar sampai alat-alat berat. Lokasi strategis di ujung barat pulau jawa, dan berbatasan langsung dengan selat sunda menjadi pilihan yang baik untuk berinvestai bagi para pengusaha. Cilegon menjadi daya magnet baru bagi para perantau dari jauh. Orang-orang Sumatera, para perantau dari jawa tengah dan timur mengubah kehidupan cilegon menjadi dinamis. Terlebih jakarta dan bandung yang hanya sepelemparan batu dari Cilegon turut menjadi pengaruh percepatan perubahan kehidupan di kota Cilegon.
Cilegon kini semakin ramai. Nampaknya modernisasi secara cepat merambah kota ini, seiring dengan pengaruh utama pemicu modernitas dunia, industrialisasi. Urbanisasi terus menerobos leluasa, bukan hanya sekedar perpindahan penduduk, tetapi perubahan gaya hidup yang memaksa pribumi turut ikut serta peka terhadap zaman. Manusia didalamnya baik pribumi maupun pendatang secara tak sadar menjadi agen modernisasi. Pusat hiburan menjamur di setiap penjuru kota. Gaya hidup anak muda semakin bebas, sejumlah komunitas menjadi wadah aktualisasi dan eksistensi. Saya menjadi asing di kota sendiri, mencoba kembali beradaptasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar